Presiden Joko Widodo di periode kedua pemerintahannya mengubah nomenklatur kementrian Koordinator Kemaritiman menjadi kementrian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) agar lingkup tugas kementerian ini bisa lebih luas, tak hanya mencakup soal maritim.
Tercatat, kementerian yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan ini mengurusi berbagai bidang antara lain pariwisata, energi, transportasi, kehutanan, perikanan, lingkungan hidup, kedaulatan negara, pemerataan ekonomi, infrastruktur, perubahan iklim, ketahanan bencana, hingga revolusi mental.
Menyikapi ambiguitas porsi kerja menko marves yang sangat luas dan tidak biasa ini, Pengurus Besar Himpunan mahasiswa Islam (PB HMI) menilai Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) seperti sedang merendahkan marwah Kabinet Indonesia Maju Jilid 2 Presiden Jokowi.
“Sangat berbahaya jika semua urusan ekonomi dan investasi negara hanya dikoordinir oleh seorang menteri koordinator yang kontraversial dan pastinya minim prestasi, apalagi yang bersangkutan sampai berinisiatif melalukan deal bisnis pada projek strategis secara tertutup dengan pihak asing”, ujar juru bicara PJ Ketua umum PB HMI Sadam Syarif di Jakarta pada Senin (21/09).
Sebagai pejabat publik, ungkap Sadam, Pak LBP tak seharusnya terlihat arogan di hadapan publik yang sedang dilanda krisis ekonomi-sosial akibat pandemik Covid-19 dan tentunya krisis panutan, dengan memonopoli hampir semua proyek strategis nasional dalam kabinet kali ini.
“Monopoli tugas kerja kementrian yang tidak proporsional ini sangat merendahkan marwah Kabinet kerja presiden Jokowi, yang pada akhirnya publik juga akan menilainya sebagai tindakan yang merendahkan martabat kepemimpinan presiden Jokowi. Karena publik menyadari betul, bahwa penetapan nomenklatur dan wilayah kerja kemenko Marves ini bukan merupakan kehendak prerogatif presiden secara independen”, tambahnya.
Meski demikian aktivis HMI asal Kupang ini menaruh harapan besar kepada Menko Marves LBP. Semoga beliau tetap diberikan kesehatan dan kinerja yang lebih produktif, bukan justru merugikan masa depan sumber daya alam Indonesia akibat praktek investasi yang tidak berkualitas dan tidak ekologis.
“Kami minta instrumen pengawasan kinerja dan keuangan dari lembaga negara terkait seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI), Ombusdman RI dan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) untuk lebih ketat mengontrol dan mengawasi kinerja dan aktivitas keuangan di setiap kementrian dan lembaga negara di masa pandemi ini, sehingga pencapaian pembangunan ekonomi Nasional yang berkelanjutan bisa dipertanggungjawabkan dan menjadi legacy bagi presiden Jokowi beserta kabinetnya”, tutup Sadam.